Quantcast
Channel: Opini UPI
Viewing all articles
Browse latest Browse all 110

“Hidup Mahasiswa!” Jargon yang Terlupa?

$
0
0

1

Oleh IRA SUSANTI
(Mahasiswa Jur Ilmu Komunikasi, FPIPS UPI)

Sebagai seorang mahasiswa, tentu tidak asing dengan kata-kata “Hidup Mahasiswa!”. Kata-kata ini biasa disebut jargon oleh para mahasiswa seluruh Indonesia. Jargon yang begitu diteriakan akan memacu semangat mahasiswa yang menggebu-gebu. Benarkah itu? Dan apakah makna dibalik jargon ini masih benar-benar mahasiswa lakukan saat ini?

Mahasiswa, satu kata berjuta makna. Mahasiswa adalah seseorang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Mahasiswa adalah cerminan masyarakat yang akan dihadapi nantinya. Mahasiswa adalah sekumpulan pemuda beridealisme tinggi. Mahasiswa adalah iron stock, dan agen of change. Mahasiswa adalah orang-orang berseragam yang turun ke jalan menyorakan ketidak adilan yang melanda Indonesia.

Seperti yang kita ketahui, semua pergerakan dimulai oleh pemuda. Pernah dalam pidato Soekarno bahwa dengan 10 pemuda kita bisa menggetarkan dunia. Benar saja, pemuda adalah ujung tombak suatu perjuangan. Para pahlawan yang kita kenal merintis pergerakannya ketika menginjak mahasiswa. Banyak peristiwa yang dipelopori oleh mahasiswa seperti reformasi tahun 1998. Mahasiswa mampu melengserkan suatu kerajaan yang telah dibangun begitu lama di pemerintahan, karena mahasiswa adalah agen perubahan. Saat itulah para mahasiswa layak meneriakan jargonnya penuh dengan kebanggaan dan suara lantang, “Hidup Mahasiswa”.

Namun yang terjadi di masa sekarang 180° berbeda dibanding mahasiswa jaman-jaman Gie atau tahun 1998. Mahasiswa Indonesia seakan sedang terlelap manis diperaduan menunggu sang pangeran membangunkannya. Perubahan ini banyak sedikit dipengaruhi oleh psikis mahasiswa itu sendiri yang acuh tak acuh pada sekitar. Egoisme diantara mereka begitu terasa. Kemrosotan moral dikalangan mahasiswa kian marak terdengar. Pekelahian atau bentrok antar mahasiswa bagaikan berita yang sudah biasa. Padahal di tahun 1998, mahasiswa mampu menekan ego, bersatu meruntuhkan rezim Soeharto. Sudah lupakah mahasiswa Indonesia akan jargon “Hidup Mahasiswa” yang menunjukkan betapa besar kekuatan mahasiswa, betapa ditakutinya para mahasiswa oleh para pemimpin yang tak pantas memimpin. Begitu gencarnya mahasiswa menuntut keadilan pemerintah. Mahasiswa sekarang justru gencar mengupdate status, mengupgrade gadget-gadgetnya, dan sibuk dengan urusan tidak penting lainnya. Seakan gelar mahasiswa yang disandang hanya suatu pelengkap yang kapan saja bisa dibongkar-pasang.

Mahasiswa sekarang dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Aksi-aksi menuntut keadilan yang dilakukan mahasiswa hanya dianggap topan yang sangat kecil hingga tidak terasa dan berlalu begitu saja. Yang dulunya mahasiswa dianggap sesosok makhluk menakutkan oleh pemerintah, kini tidak ubahnya seperti noda kecil di jas para pemimpin negara yang hanya dengan satu tiupan semua akan bersih kembali.

Bukan hanya pemerintah yang memicingkan matanya akan mahasiswa. Bagian terkecil pun meremehkan aksi-aksi menuntut yang dilakukan mahasiswa. Bagian terkecil itu adalah Universitas. Universitas, tempat paling wajib didatangi mahasiswa, tempat penyusunan aksi-aksi yang akan diwujudkan, tidak jauh berbeda dengan pemerintah. Seperti contohnya demo menuntut statuta yang terjadi di UPI. Masih teringat dibenak, mahasiswa yang menjerit meneriakan keadilan itu bersuara. Sudah lebih dari satu kali demo itu terlaksana, namun apa yang didapat? Nihil. Tidak ada secercah noda pun yang hilang dari kotornya baju-baju pemimpin itu.

Contoh-contoh berita di televisi sekarang justru menayangkan begitu bringasnya mahasiswa dalam melakukan demonstrasi. Melihat apa yang terjadi saat ini, mahasiswa lebih menggunakan cara kekerasan dan memaksa agar pendapat mereka didengar. Memang dari beberapa kasus yang terjadi, demonstrasi dengan hanya membawa spanduk dan berteriak sekencang-kencangnya tidak membuahkan hasil yang signifikan, tapi apakah demonstrasi dengan menggunakan kekerasan itu diambil sebagai solusi? Jawabannya ada dalam pemikiran mahasiswa itu sendiri.

Sekali lagi, pertanyaan-pertanyaan ini serasa mewakili kegelisahan yang terjadi dalam publik dan hanya para mahasiswa yang mampu menjawabnya. Masih tersisakah rasa idealisme dibenak mahasiswa Indonesia? Apakah harimau kita sedang terlelap? Benarkah mahasiswa Indonesia masih hidup? Dimanakah para pejuang keadilan itu tersembunyi? Pantaskah jargon yang begitu menggetarkan jiwa itu diteriakkan?

Jargon yang tepat di masa ini adalah “Bangun Mahasiswa” atau “Bangkit Mahasiswa”, agar mahasiswa sadar dan tidak lagi berleha-leha dengan segala kenikmatan individu miliknya.

Tulisan ini tidak dimaksudkan menyindir beberapa pihak. Tulisan ini hanya suatu pecutan semangat kebangkitan akan jiwa patriotisme dikalangan mahasiswa kembali bergemuruh dengan lantangnya.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 110